Selama ini F-16 Fighting Falcon dikenal
sebagai pesawat yang telah menunjukkan kebolehannya dalam menjaga
kedaulatan di udara. Buktinya tanggal 3 Juni 2003, sang elang berhasil
menyergap pesawat militer asing di Laut Jawa. Peristiwa yang dikenal
dengan Kasus Bawean ini seolah menyadarkan kita akan keberadaan pesawat
buru sergap dalam menjaga kedaulatan di udara. Masih beberapa kasus
pencegatan lagi dilakukan F-16. Karena bukan konsumsi publik, peristiwa
ini hanya terekam dalam dokumentasi skadron dengan klasifikasi
rahasia.
Bukan hanya lewat Kasus Bawean F-16
menghiasi halaman media masa. Sejak kedatangan Desember 1989, berbagai
peristiwa penting telah dialami. Tengok medio 1996, enam pesawat F-16
yang dioperasikan Skadron Udara 3 tampil piawai sebagai tim aerobatik
Elang Biru. Lalu pada Juli 2000 dalam sebuah latihan rahasia di
Lombok, berhasil menembakkan rudal AGM-65 Maverick di laut Jawa dalam
keterbatasan sarana latihan.Urusan aerobatik
masih terulang mesti keterbatasan mendera. Bergabung dengan tiga Hawk
Mk-53 dan sebuah Hawk Mk-209, dua F-16 membentuk tim aerobatic Jupiter
Blue. Tim ini tercatat sebagai tim aerobatik pertama di dunia memadukan
tiga jenis pesawat dalam sebuah pertunjukkan. Sebelumnya AU Singapura
hanya memadukan dua F-16 dengan empat A-4 Skyhawk dalam tim Black
Night. Urusan perang kembali diulangi pada Oktober 2006. Beberapa rudal
AIM-9P Sidewinder berhasil diluncurkan dan mengenai sasaran dengan
telak, puluhan ribu kaki di atas langit Madiun.
Kemampuan tanguh
Sejujurnya pesawat F-16 ditempel ketat oleh Mirage 2000 sebelum dipilih TNI AU. Kemampuan lebih dan pengalaman tempur yang dimiliki F-16, menjadi dasar pemilihan. Sebut saja kemampuan tinggal landas dan mendarat pada landasan pendek, pernah dicoba dengan selamat dan aman. Saat itu satu flight F-16 mendarat di Lanud Adi Sutjipto, Yogyakarta dan Lanud Abdul Rahman Saleh, Malang dalam latihan rutin tahun 2001.
Sejujurnya pesawat F-16 ditempel ketat oleh Mirage 2000 sebelum dipilih TNI AU. Kemampuan lebih dan pengalaman tempur yang dimiliki F-16, menjadi dasar pemilihan. Sebut saja kemampuan tinggal landas dan mendarat pada landasan pendek, pernah dicoba dengan selamat dan aman. Saat itu satu flight F-16 mendarat di Lanud Adi Sutjipto, Yogyakarta dan Lanud Abdul Rahman Saleh, Malang dalam latihan rutin tahun 2001.
Dengan ditenagai mesin Part & Whitney
F100-PW.229 berdaya 24.000 lbs, pesawat ini mampu melesat pada
kecepatan 2.173 km/jam (Mach 2). Selain itu, F-16 mampu menanjak dan
berbelok sangat tajam pada rate of turn 19 derajat/detik dengan beban
9G serta mendarat dengan landing roll hanya sejauh 600 m pada kecepatan
155 knot. F-16 milik TNI AU secara khusus dilengkapi drag chute.
Sungguh pesawat tempur sangat andal, dengan side control berbasis fly
by wire.
Untuk kelanjutan pengabdiannya, TNI AU
telah mendadani F-16 dengan program yang disebut Falcon Up. Intinya
agar bisa lebih lama lagi dioperasikan, minimal tambah 10 tahun.
Program yang dapat diselesaikan selama dua tahun untuk sepuluh pesawat
ini, menjadi prestasi tersendiri tatkala pelaksanannya Skatek 042 Lanud
Iswahjudi. Dengan enam tenaga asing yang bertindak sebagai supervisi,
proyek selesai tepat waktu. Untuk test pilot ditangani penerbang kita.
Biasanya program Falcon Up dipercayakan kepada Lockheed Martin. Namun
dengan kemandirian yang prima, ternyata aturan itu tidak berlaku di
Indonesia.
Upaya mempercantik pesawat juga pernah
dilakukan. Utamanya mengubah warna dari Triple Spot Grey (1989) menjadi
Falcon Colors (1996). Era milennium diubah lagi menjadi Millennium
Color Scheme (2000), termasuk menambah pernik nose number dan tail
flash.
Tidak selamanya pengabdian itu berjalan
mulus. Selama 17 tahun itu juga ada pengorbanan. Dua pesawat telah
jatuh sewaktu latihan rutin. Pertama di Tulungagung dan kedua di Halim.
Kejadian terakhir menewaskan Kapten Pnb Dwi Sasongko.
Sejumlah insiden minor juga mewarnai perjalanan pesawat seharga 32 juta dollar AS.
Mengacu jenisnya (jet tempur), mestinya F-16 masuk Skadron Udara 16 (baru). Aturan dalam sistem penomoran skadron di TNI AU, kavling angka 11 hingga 19 diberikan kepada jet tempur (kecuali angka keramat 17 untuk Skadron VIP). Faktor sejarah dan kebanggaan memaksa F-16 dijadikan Skadron Udara 3 dengan menggeser OV-10 menjadi flight OV-10 sebelum menjadi Skadron Udara 1. Di Skadron Udara 1 pun, OV-10 tidak bertahan lama sebelum terpaksa menjadi Unit OV-10. Baru nanti tahun 2002, OV-10 menetap di Skadron Udara 21 sesuai kavling peruntukannya sebagai pembom. Skadron ini dulu dihuni pembom taktis Ilyusin 28.
Mengacu jenisnya (jet tempur), mestinya F-16 masuk Skadron Udara 16 (baru). Aturan dalam sistem penomoran skadron di TNI AU, kavling angka 11 hingga 19 diberikan kepada jet tempur (kecuali angka keramat 17 untuk Skadron VIP). Faktor sejarah dan kebanggaan memaksa F-16 dijadikan Skadron Udara 3 dengan menggeser OV-10 menjadi flight OV-10 sebelum menjadi Skadron Udara 1. Di Skadron Udara 1 pun, OV-10 tidak bertahan lama sebelum terpaksa menjadi Unit OV-10. Baru nanti tahun 2002, OV-10 menetap di Skadron Udara 21 sesuai kavling peruntukannya sebagai pembom. Skadron ini dulu dihuni pembom taktis Ilyusin 28.
Memang F-16 diperlakukan sangat istimewa.
Selain menghuni Skadron Udara 3, kehadirannya juga menggeser hangar
yang dihuni A-4 Skyhawk. Sebelum kedatangan sang Falcon, Skyhawk asal
Skadron Udara 11 terpaksa hengkang ke Makassar dalam operasi Boyong-2
(1988). Operasi Boyong-1 adalah pemindahan Skadron Udara 12 (A-4) ke
Pekanbaru tahun 1984.
Tugas tak kalah spektakuler yang pernah
dilaksanakan F-16 adalah, mengawal pesawat kepresidenan dari Lanud
Halim Perdanakusuma, Jakarta sebelum bertolak ke Venezuela di malam
hari
semoga kemenha mengusulkan membeli sukhoi jet pakfa T 50 steil garuda menambah garang dan juga mampuni kuat raksasa indonesia raya
BalasHapus